Tuesday, August 25, 2009

Pengemis sebuah kebutuhan atau budaya atau kemalasan

0 comments

Kehidupan ini untuk sebagian kalangan terutama rakyat miskin, tidaklah mudah. Banyak hal yang tidak bisa mereka rasakan dan enyam karena kemiskinan yang mereka hadapi, baik pendidikan, kesehatan dan sandang pangan.
mencari pekerjaan tidak semudah membalik telapak tangan, perlu ketrampilan, pengetahuan, ijazah dan kadang uang. Dengan kreatifitas dan kemauan untuk bangkit sebenarnya pekerjaan bisakita ciptakan sendiri tidak harus bergantung pada instansi ataupun perusahaan penerima lamaran kerja.
Tapi sayangnya akhir-akhir ini sering dan banyak sekali kita temui pengemis rumahan ataupun dipinggir jalan. Pengemis atau peminta-minta yang terkadang saya amati secara fisik masih bisa bekerja ataupun ataupun masih anak-anak yang seharusnya mereka fokus pada sekolah dan dunia bermain mereka.
Yang lebih memprihatinkanlagi terkadang uang hasil mengemis hanya untuk berfoya-foya, dan mabuk-mabukan. Duhhh.

Dilain sisi, kita lihat budaya negara-negara timur tengah, sebut saja mesir, dimesir ini kita temukan sebuah Yayasan Sosial (jam'iyah syar'iyah) dengan omset besar (500 cabang diseluruh mesir, 4000-6000 mesjid), dan bergerak menangani kebutuhan faqir miskin, anak yatim (260 ribu anak), para janda miskin, dari mulai rumah sakit (dengan prioritas pengobatan gagal ginjal yang menelan biaya perorang 6000 pound), mesjid, rumah bersalin, 'amil zakat yang semuanya itu dilakukan dengan koordinasi yang cerdas dan di samping itu juga kita temui di sebuah rumah sakit untuk terapy syarathon (kangker) dengan cuma-cuma yang dikatakan terbesar di timur tengah dibangun dengan infak, dalam penggalangan rumah sakit ini slogannya sangat sederhana : " bersedekahlah walau hanya satu pound".Subhanalloh.
Jadi infaq dan sedekah yang mereka keluarkan benar-benar yang untuk kemaslahatan masyarakat banyak, bukan segelintir orang yang suka menengadahkan tangannya dan malas mencari atau berkreasi supaya dapat menghidupi dirinya.Bagi orang-orang timur dan juga umat muslim sebenarnya pekerjaan mengemis adalah suatu yang hina.

Islam menganjurkan kita agar mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Firman-Nya:

“Apabila telah sholat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah” (QS. al-Jum’ah: 10)

Bekerja mencari nafkah bukan hanya pekerjaan menyarakat awam, akan tetapi para Nabi juga bekerja. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia menggembala kambing”, lalu ada sahabat berkata, “Apakah engkau juga ?”, beliau menjawab, “Iya, saya menggembala kambing dengan mendapatkan upah beberapa qiroth milik ahli Makkah” (HR. Bukhori 3/115)
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Nabi Zakariya adalah tukang kayu” (HR. Muslim 7/103)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:

“Nabi Dawud tidak makan melainkan dari hasil kerjanya sendiri” (HR. Bukhori 3/74)

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:

“Sungguh salah seorang di antara kamu mencari kayu bakar diikat lalu diangkat di atas punggungnya lalu dijual, itu lebih baik daripada orang yang meminta-minta kepada orang lain, diberi atau ditolak”.

Orang yang mau bekerja, berarti dia menghormati dirinya dan agamanya.

Mengemis bagi sebagian orang menjadi pilihan karena tanpa perlu bekerja keras, tanpa perlu syarat pendidikan tertentu, dan tanpa menguras pikiran mereka telah dapat menghasilkan uang bagi mereka.


Hal ini perlu jadi renungan, apakah dengan mengeluarkan recehan akan menyelesaikan masalah?, dan juga bukan masalah ikhlas atau tidak ikhlas akan tetapi kita mencari jalan keluar yang cerdas,sementara islam telah menciptakan sistem takaful yang bagus dengan himbauan untuk infak (dalam islam kita kenal zakat, infak, shodaqoh).
Harus ada pembangkitan lagi wacana berpikir tentang jati diri atau mengembangkan rasa malu untuk tidak menjadi pengemis.

Jika generasi kita lebih memilih mengemis daripada menciptakan lapangan kerja, dan mencari ilmu, bagaimana nasib bangsa kita dimasa depan?

Renungkanlah kawan, peduli pada petunjuk agamamu, peduli pada citra diri bangsamu, peduli pada sekelilingmu. Wallahu'alam Bishawab.ini hanya sekedar pendapat.



Sumber : http://www.facebook.com/yosi.mujiarsi